Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi salah satu sektor penting dalam mendongkrak perekonomian pasca pandemi Covid-19. Oleh sebab itu, perlu adanya dukungan dari berbagai pihak. Tak hanya datang dari pemerintah. Namun juga akademisi yang dapat memberikan pengetahuan dan pencerahan di bidang ekonomi.
Jakarta (UNAS) – Pandemi Covid-19 berdampak pada sektor ekonomi terutama pelaku UMKM di Indonesia. Kondisi ini membuat pengusaha harus menata ulang strategi bisnisnya agar tetap bertahan di tengah pandemi. Peduli akan hal tersebut, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unas sampaikan strategi manajemen yang perlu dilakukan.
Dekan FEB Unas, Dr. Suryono Efendi, S.E., M.M. mengatakan, krisis ekonomi pasca pandemi Covid-19 salah satunya berdampak pada tata kelola perusahaan, dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM), banyak tenaga kerja yang mengalami ketidakpastian dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). “Hal ini memungkinkan kedepannya penyerapan tenaga kerja sangat minim. Bisa diyakini usaha yang menengah atau besar akan menjadi berkurang tapi di sisi mikro akan bertambah karena banyak perusahaan besar mem-PHK karyawan, sehingga banyak yang membuka usaha kecil-kecilan untuk tetap bertahan hidup,” jelasnya dalam webinar FEB series pertama bertajuk ‘pemberdayaan manajemen UMKM pasca pandemi covid-19’, Rabu (05/8). Oleh sebab itu, lanjut Suryono, hal yang bisa dilakukan bagi usaha kecil setelah pandemi adalah dengan memanfaatkan media digital. Ini disebabkan adanya presentase yang meningkat dari penjualan dan belanja di e-commerce serta promosi di media sosial dibandingkan sebelum adanya pandemi. “Peningkatan di media digital sangat melonjak dan ini bisa menjadi jembatan UMKM untuk eksis mengingat sekarang semuanya serba digital,” ujar Suryono.
Senada dengan hal tersebut, Dosen FEB Unas, Asc. Prof. Dr I Made Adnyana, S.E., M.M mengatakan, UMKM harus memanfaatkan media sosial sebagai channel utama pemasaran. UMKM dapat terintegrasi dengan sistem komunikasi yang cepat kepada pelanggan, sekalipun tidak dapat bertatap muka langsung dengan pelanggan. “UMKM dapat menggunakan whatsapp, line, dan sebagainya. UMKM juga dapat mengintegrasikan sistem pembayaran mereka dengan sistem transfer bank, e-wallet (dana, ovo, dan sebagainya), dan juga cash on delivery (COD),” jelas Made. Selain itu, menurut Made, strategi lainnya yang perlu dilakukan untuk tetap bertahan adalah dengan menetapkan skala prioritas belanja modal dan operasional perusahaan, menyusun kembali proyeksi arus kas minimal 12 bulan kedepan, serta memprioritaskan rencana bisnis jangka pendek dan menengah dengan menganalisa keuangan. “Lakukan analisa keuangan untuk melihat sejauh mana bisnis dapat bertahan dengan kondisi saat ini. Saat rencana jangka pendek dan menengah sudah dilakukan secara matang, pemilik usaha diharuskan membuat business continuity plan,” tuturnya. Tak hanya itu, di tengah ketidakpastian pandemi saat ini, pemilik usaha harus tetap waspada jika terjadinya gelombang kedua corona yang dapat menyebabkan surutnya lagi roda perekonomian. Oleh sebab itu penting menyiapkan dana cadangan untuk mengantisipasi resiko bisnis kedepannya.
Di sisi lain, Dosen FEB Unas, Dr. Suharyono, S.E., M.Si. menyampaikan, peran UMKM bagi perekonomian di Indonesia sangat besar. Tanpa adanya UMKM, maka jumlah pengangguran di Indonesia akan mengalami lonjakan yang sangat sulit untuk diatasi oleh pemerintah. “Usaha mikro telah menyumbang penyerapan tenaga kerja yang sangat besar hampir 90% dari total pekerja di Indonesia. Sayang sekali perhatian pemerintah daerah dan pusat dalam hal pemberdayaan dan pengayaan manajemen begitu kurang,” katanya. Ia menuturkan, terdapat beberapa kebijakan yang bisa dilakukan pemerintah untuk mendorong UMKM di Indonesia yakni dengan mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh untuk mengupayakan peran UMKM pada pasar internasional dengan turut membantu mengatasi kendala aspek produk, sarana distribusi, dan komunikasi pemasaran. “Pemerintah juga perlu meningkatkan peran sektor UMKM baik dalam pasar ekspor maupun pasar domestik dengan memberikan prioritas pada program orientasi ekspor untuk produk industri rumahan dan industri kecil, produk pertanian, perkebunan dan hasil laut,” tambahnya. Sedangkan peningkatan peran UMKM dalam pasar domestik dilakukan dengan meningkatkan program substitusi impor, antara lain bagi produk spare part untuk kebutuhan industri dalam negeri.
Selain itu, menurut Dr. Rahayu Lestari, S.E., M.,M., pelaku UMKM saat ini perlu melakukan manajemen operasional agar dapat mengelola semua hal termasuk sumber daya yang tersedia secara optimal, menghasilkan keluaran secara efisien, mampu menghasilkan nilai tambah dan keuntungan besar, serta mengarahkan UMKM untuk menghasilkan output yang semakin diminati masyarakat. Adapun strategi manajemen operasional bagi pelaku usaha agar dapat beroperasi di masa pandemi menurut Rahayu dibagi menjadi empat yakni cost minimazation, high quality, speed of delivery, dan flexibility. “Cost minimazation yaitu mewujudkan efisiensi ekonomi dalam proses produksi, high quality membuat produk dengan kualitas tinggi, speed of delivery yaitu produk cepat diserahkan ke pasar, dan flexibility yakni peralatan produksi dapat segera dialihkan untuk mengerjakan produk lainnya yang diminati konsumen,” kata dia. Sementara untuk menajalankan strategi tersebut, Rahayu menuturkan, UMKM pangan dapat bergabung dengan marketplace dan menyesuaikan metode penjualan menjadi bukan konvensional lagi. “UMKM perlu memperbaiki strategi dalam berkoordinasi dan berkolaborasi dengan timnya. Sementara strategi jangka panjang difokuskan pada pengenalan dan pemanfaatan teknologi digital. Tools profesional yang sudah tersedia saat ini dapat menjadi cara pelaku usaha menentukan prioritas pekerjaan, juga memonitor dan mengevaluasi pekerjaan yang sudah dilaksanakan dalam periode tertentu,” pungkasnya. (NIS)