Adanya pandemi COVID-19 atau virus corona berdampak pada berbagai sektor termasuk perekonomian di dunia. Indonesia yang merupakan salah satu negara mengalami penyebaran COVID-19 tercepat mengalami berbagai masalah tersebut saat keluarnya himbauan socialdistancing atau stay at home yang membuat sebagian pusat perdagangan tutup dan roda perekonomian terhenti.
Timbulnya masalah ini membuat sebagian pakar ekonom tergerak untuk membahas melemahnya sektor ekonomi di Tanah Air termasuk bagaimana cara yang dapat dilakukan oleh pemerintah juga masyarakat guna membantu menstabilkan perekonomian Indonesia. Oleh sebab itu, Fakultas dan Bisnis Universitas Nasional (FEB UNAS) melangsungkan seminar online (WEBINAR) yang bekerja sama dengan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin (FEB UNHAS) Makassar guna membahas persoalan tersebut.
Bertajuk “Indonesia’s Economic Survival in the middle of Global Pandemic Covid-19”, WEBINAR ini diisi oleh 4 narasumber yaitu Anggota DPR RI Komisi XI Bidang Ekonomi, Muhammad Misbakhun, SE., MH., Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Periode 2018-2019 Prof. Ahmad Erani Yustika, SE., M.SC., Ph.D., Dosen UNAS, Kumba Digdowiseiso, S.E., M.A., Ph.D., serta Ketua Program Studi
Doktor (S3) Ilmu Ekonomi FEB UNHAS Dr. Anas Iswanto Anwar, S.E., MA.
Sebagai pembicara pertama, Misbakhun mengatakan, COVID-19 merupakan tantangan peradaban abad 21 dan merupakan pandemi paling besar dalam sejarah peradaban manusia. Melemahnya ekonomi RI menjadi tantangan bagi pemerintah dalam menindaklanjuti kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah. “Ada sektor informal harian, ada masyarakat yang mencari uang dengan aktivitas harian ini yang mempengaruhi aktivitas ekonomi disuatu daerah. Masih banyak masyarakat kita yang bekerja dengan mobile seperti ojek online dan pengawai harian lepas, sedangkan virus ini ditentukan oleh aktivitas mobile manusianya,” jelasnya.
Selain tantangan pada masyarakat kecil, menurunnya sektor pariwisata juga memberikan dampak yang kuat pada roda perekonomian RI, juga sektor transportasi, pertanian, dan produk UMKM. “Yang terjadi saat ini ekonomi kita sedang terganggu secara global, masyarakat perlu ikut memberikan imbauan dan masukan supaya tidak ada panic buying dan panic selling dan menjaga agar nilai tukar rupiah tidak semakin merosot,” ujarnya.
Kumba menambahkan, pandemi Covid-19 juga berdampak pada kurs rupiah. Pelemahan ini menjadi sorotan di tengah banyak pihak karena sudah menyentuh angka Rp 16.000 dan merupakan nilai tukar terlemah dalam kurun lima tahun terakhir. “Melemahnya rupiah ini akan membawa berbagai dampak terhadap jalannya perekonomian bangsa. Barang-barang dari luar akan melonjak harganya, selain itu juga banyak sektor yang dirugikan terhadap melemahnya rupiah,” jelasnya dalam paparan. Tak hanya itu, adanya gap antara kaya dengan miskin dalam beberapa sektor juga menjadi permasalahan.
Hal senada juga disampaikan oleh pembicara ketiga, Anas menegaskan bahwa terdapat 5 poin yang menjadi masalah utama serta dampak COVID-19 bagi ekonomi dunia yakni pertumbuhan ekonomi dunia menurun dai proyeksi 2,9% menjadi 2,4%, manufaktur terhambat, menurunnya industri jasa akibat penurunan belanja konsumen yang berdampak pada bisnis ritel, restauran, dan penerbangan,
menurunnya aktivitas ekonomi global yang mengakibatkan permintaan minyak menurun, serta anjlognya pasar saham.
“Adanya dampak tersebut membuat prospek pertumbuhan ekonomi tahun ini akan jauh lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Jika pemerintah melakukan langkah-langkah yang lebih ‘ketat’ untuk menekan penularan wabah ini. Pemerintah perlu kita dorong, kita hadir untuk tidak membuat suasana menjadi keruh sehingga masalah ini bisa diselesaikan. Melihat besarnya dampak virus corona
maka menurut saya ujung dari krisis ini semakin kurang karena dari beberapa kebijakan belum tepat sehingga betul-betul pemerintah dan kita semua membantu memikirkan memilih kebijakan mana yang tepat,” kata dia.
Hadir sebagai pembicara terakhir, Prof Erani mengatakan bahwa proyeksi dunia saat ini pun tidak ada satu sumber kebahagiaan atau optimisme yang dimiliki. Semua negara yang kuat seperti China, Jerman, Amerika, proyeksinya menunjukkan ambruk di sektor ekonomi. “Namun, di kita, level domestik ada optimisme. Perekonomian negara disumbang oleh 4 faktor pokok konsumsi rumah tangga, APBD dan APBN, investasi, dan perdagangan ekspor impor,” ungkapnya.
Dalam situasi seperti ini, lanjutnya, dimana sumber daya amat sangat terbatas maka tidak banyak hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk membangun dan membuka pintu-pintu baru dibidang ekonomi dan seterusnya. Salah satu cara terbaik adalah dengan membangun prioritas saat ini dengan keterbatasan sumber daya yang ada, pilihan untuk mengurus hajat hidup itu paling pokok.
Selain membahas mengenai dampak COVID-19, dalam WEBINAR ini para pakar ekonom juga berpesan kepada masyarakat untuk terus membantu pemerintah dan melakukan imbauan yang telah diberitahukan demi mencegah penyebaran COVID-19 guna mengurangi kerugian diberbagai sektor di Indonesia. Ini merupakan langkah kecil yang dapat dilakukan oleh masyarakat agar pandemi tersebut dapat segera selesai.